Alasan Psikologi Mengapa Perempuan Rentan Menjadi Korban Toxic Relationship

Deeptalk.co.id – Toxic relationship bisa diartikan sebagai suatu hubungan yang memberikan dampak negatif, baik secara emosional, mental dan fisik bagi kedua belah pihak. Salah satu jenis hubungan yang beracun kerap melibatkan pada pasangan romansa. Keduanya bisa menjadi korban atau pelaku, namun secara fakta ternyata perempuan cenderung lebih rentan menjadi korban dari kekerasan toxic relationship.

 

Seperti yang dikutip dari Jala Storia, angka tertinggi sebagai korban kekerasan terjadi pada perempuan. Fakta tersebut didasarkan pada sebuah data dari SIMFONI yang melakukan riset pada tahun 2022, yakni dari 27.589 total kasus kekerasan yang terlapor, sebanyak 25.050 korbannya ialah perempuan dan sisanya laki-laki.

 

Jenis kekerasan yang dialami pun beragam, mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga kekerasan seksual. Selain itu, perempuan lebih mungkin mengalami pelecehan secara emosional daripada laki-laki. Bahkan akibat adanya alasan tertentu, perempuan malah memilih untuk bertahan pada hubungan yang sudah mereka ketahui beracun tersebut.

 

Perempuan yang lebih rentan menjadi korban toxic relationship (cr : Bisnis.com)

 

 

Jenis perilaku-perilaku tersebut tentunya dapat menyebabkan kerusakan dalam jangka panjang bagi kesehatan mental korban. Melalui artikel kali ini, kami akan menyajikan beberapa alasan dari pandangan psikologis mengapa korban kekerasan lebih rentan terjadi dialami perempuan serta dibalik pilihan mereka untuk tetap bertahan. Sehingga memungkinkan kita untuk membantu korban dalam pemulihan serta pencegahan terjadinya kerusakan yang lebih buruk bagi korban.

 

Baca juga : Mengapa Korban Sulit Lepas Dari Toxic Relationship?

 

Alasan Perempuan Banyak yang Menjadi Korban Kekerasan

 

perempuan korban toxic relationship
Alasan perempuan rentan menjadi korban toxic relationship (cr : Femina)

 

Sudah banyak kasus kekerasan pada hubungan toxic yang menyebabkan perempuan sebagai korban. Dari banyaknya kasus tersebut, ada beberapa faktor yang berkontribusi mengapa perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan, termasuk dari pandangan psikologis korban.

 

Kondisi masyarakat dan budaya yang seringkali memperkuat peran dan harapan pada masing-masing gender menjadi alasan umum terjadinya fenomena ini. Hal tersebut menyebabkan perempuan kemudian disosialisasikan untuk memprioritaskan kebutuhan dan keinginan atas kehendak orang lain.

 

Pada tinjauan mengenai perbedaan jenis kelamin dalam proses hubungan, mengungkapkan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan lebih mungkin menekankan pentingnya tujuan berorientasi hubungan. Selain itu, perempuan lebih cenderung mencari dukungan, mengekspresikan emosi mereka serta merenung sebagai respons terhadap stres.

 

Baca juga : Ragam Bentuk Tanda Perilaku Toxic Relationship

 

Akibatnya, perempuan lebih mungkin untuk sulit melawan pelaku kekerasan dan lebih mungkin berada dalam hubungan yang tidak sehat. Perempuan juga akan mentolerir pelecehan yang ia terima dan terlibat dalam perilaku yang bahkan itu bukan untuk kepentingan terbaik mereka.

 

Penelitian juga telah menemukan bahwa wanita yang mengalami pelecehan atau trauma masa kanak-kanak lebih mungkin mengalami kekerasan pasangan romansanya dan bertahan dalam toxic relationship yang penuh kekerasan. Selain itu, sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Interpersonal Violence menemukan bahwa wanita yang pernah mengalami pelecehan emosional masa kanak-kanak lebih cenderung mentolerir perilaku kasar dalam hubungan romantis mereka.

 

Selain alasan psikologis dari pihak korban dari perempuan sendiri, ada juga alasan psikologis yang menjadikan laki-laki sebagai pelakunya. Laki-laki dinilai lebih terlibat dalam permainan yang lebih kasar dan kompetitif, serta menekankan pentingnya kemandirian dan dominasi. Kedua perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan tersebut lah yang kemudian melahirkan kepercayaan yang mewajarkan adanya kekerasan pada perempuan.

 

Kekerasan Pada Perempuan yang Dianggap Wajar

 

perempuan korban toxic relationship
Kekerasan pada perempuan dianggap wajar (cr : Fak. Kedokteran UI)

 

 

Oleh WHO diberikan beberapa contoh norma dan kepercayaan yang mendukung kekerasan terhadap perempuan pada suatu toxic relationship, diantaranya :

 

– Seorang laki-laki memiliki hak untuk menegaskan kekuasaan atas seorang perempuan dan dianggap superior secara sosial

– Laki-laki memiliki hak untuk mendisiplinkan seorang laki-laki secara fisik atas perilaku yang ‘salah’

– Kekerasan fisik adalah cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan konflik dalam suatu hubungan

– Hubungan seksual adalah hak laki-laki dalam pernikahan

– Seorang perempuan harus mentolerir kekerasan untuk menjaga keutuhan keluarganya

– Ada kalanya seorang wanita pantas dipukul

– Aktivitas seksual (termasuk pemerkosaan) merupakan penanda maskulinitas

– Anak perempuan bertanggung jawab untuk mengendalikan dorongan seksual laki-laki

 

Jika disimpulkan, adanya pengondisian budaya dalam masyarakat serta perbedaan perilaku atau behaviorial antara perempuan dan laki-laki dalam proses hubungan merupakan faktor psikologis yang dapat menjadikan perempuan lebih rentan sebagai korban dalam kekerasan pada toxic relationship. Penting bagi kita untuk lebih mengenali dinamika ini sebagai upaya untuk menentangnya sekaligus mempromosikan hubungan yang sehat demi kesejahteraan mental dan emosional masing-masing individu.

 

 

 

 

Sumber :

Aziz, Nurul Nadia & Abu Yazid, Zaidatul Nadiah & Hazudin, Siti & Wahid, Normilia & Ishak, Maisarah. (2019). Reasons Behind Women Tolerance Of Abusive Relationships.

Jala Storia. (2023, January 17). Data 2022: Perempuan Paling Banyak Menjadi Korban Kekerasan. JalaStoria.id. https://www.jalastoria.id/data-2022perempuan-paling-banyak-menjadi-korban-kekerasan/

Rose, A. J., & Rudolph, K. D. (2006). A review of sex differences in peer relationship processes: potential trade-offs for the emotional and behavioral development of girls and boys. Psychological bulletin132 (1), 98–131. https://doi.org/10.1037/0033-2909.132.1.98

World Health Organization (WHO). (2012). Understanding and addressing violence against women. https://apps.who.int/iris/bitstream/10665/77432/1/WHO_RHR_12.36_eng.pdf